Probabilistic Tsunami Hazard Assessment of the Sea of Japan

Dalam publikasi (Mulia et al., 2020) kami menganalisis bahaya tsunami regional di sepanjang pantai Laut Jepang yang terkait dengan 60 sesar aktif di bawah tepi timur Laut Jepang. Cukup menarik untuk membahas kembali hasil penelitian empat tahun lalu ini, mengingat baru saja terjadi gempa dan tsunami di Semenajung Noto, di pesisir Laut Jepang.

Kami telah menghasilkan distribusi slip stokastik menggunakan pendekatan Monte Carlo di setiap sesar, dan jumlah total sampel gempa yang diperlukan ditentukan berdasarkan analisis konvergensi ketinggian tsunami pesisir maksimum. Interval kejadian gempa di setiap sesar diestimasi dari seismisitas yang diamati. Parameter varian yang mewakili ketidakpastian aleatori untuk analisis bahaya tsunami probabilitas ditentukan dari perbandingan dengan empat tsunami sejarah, dan pohon logika digunakan untuk pemilihan nilai-nilai tersebut. Dengan menggunakan ketinggian tsunami di dekat pantai pada isobath 50 m dan faktor amplifikasi berdasarkan Hukum Green, kurva bahaya dibangun di 154 lokasi untuk pemerintah daerah pesisir di sepanjang pantai Laut Jepang. Tsunami pesisir maksimum tertinggi diperkirakan sekitar 3,7, 7,7, dan 11,5 m masing-masing untuk periode ulang 100, 400, dan 1000 tahun. Hasil analisis menunjukkan bahwa tingkat bahaya umumnya meningkat dari barat daya ke timur laut, yang konsisten dengan jumlah dan jenis sistem sesar yang teridentifikasi. Selain itu, deagregasi bahaya mengindikasikan bahwa tsunami di timur laut didominasi oleh sumber lokal, sementara bagian barat daya kemungkinan terpengaruh oleh beberapa sumber regional.

Gambar 1 menujukkan ke-60 sesar yang digunakan dalam studi Mulia et al., 2020. Dalam studi ini juga dibahas hasil analisis bahaya tsunami di enam wilayah regional di Jepang yang menghadap ke Laut Jepang.

Dari model bahaya tsunami juga dapat dihasilkan kurva bahaya. Dalam publikasi ditampilkan enam kurva bahaya untuk ke-enam wilayah yang dikaji. Meskipun dalam publikasi hanya ditunjukkan enam kurva. Sebenarnya kurva semacam ini bisa dibuat untuk seluruh titik-titik penting sepanjang garis pantai. Untuk membaca kurva kita bisa melihat sumbu x adalah tinggi tsunami, sedangkan sumbu y adalah probabilitas kejadian pertahun (annual probability of exceedance). Probabilitas ini adalah kebalikan dari periode ulang.

Dari model probabilistik tsunami dapat di hasilkan tinggi tsunami di sepanjang pantai untuk periode ulang yang berbeda-beda. Tinggi tsunami di titik yang kami tentukan untuk perioda ulang 100, 400, dan 1000 tahun dapat dilihat di gambar di bawah (Gambar 8 dalam publikasi Mulia et al., 2020). Secara singkat dapat dilihat jika bahaya tsunami relatif lebih tinggi di pantai barat wilayah Chubu dan Tohoku, dibandingkan wilayah lainnya seperti Hokkaido, Kinki, Chugoku, dan Kyushu.

Hasil dari pemodelan probabilitas tsunami lainnya yang bisa dilihat adalah hasil dari proses deaggregasi. Dengan proses ini kita bisa melihat tinggi tsunami untuk lokasi dan perioda ulang yang kita inginkan. Selain tinggi tsunami, kita juga melihat sumber-sumber gempa mana saja yang bekontribusi dalam bahaya tsunami yang dihasilkan.

Sebagai contoh untuk Kota Niigata, di wilayah Chubu, untuk perioda ulang 100 tahun, tinggi tsunami yang didapat adalah 3.48 m. Sedangkan sesar yang berkontribusi untuk bahaya 100 tahunan ini adalah sesar F38, F34, F35 dan F30, yang masing-masing berkontribusi sebesar 60.9%, 9.8%, 5.7% dan 4.4%.

Dengan adanya kejadian tsunami dari Gempa Noto pada tanggal 1 Januari 2024, membuat studi di daerah ini semakin menarik untuk terus di lakukan. Kajian bahaya tsunami di kota-kota di pesisir Laut Jepang dengan skala yang lebih detail perlu dilakukan lebih lanjut.

Leave a comment

This site uses Akismet to reduce spam. Learn how your comment data is processed.